Jumat, 01 April 2011

pentingnya program penyuluhan terhadap pertanian di indonesia

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia disebut sebagai Negara agraris karena sebagian besar devisa Negara berasal dari sektor pertanian, dan sebagian besar penduduk Indonesia berada dipedesaan yang bekerja pada sektor pertanian. Dan yang tidak kalah penting adalah Indonesia mempunyai iklim tropis yang sangat memungkinkan untuk melaksanakan kegiatan usaha tani secara luas.
Pertanian merupakan sektor yang paling diprioritaskan karna sebuah pertanian baik pertanian organik maupun non organik sangat penting bagi kehidupan dan kelangsungan manusia. Kemajuan disektor pertanian disebabkan oleh berkembangnya teknologi baru dibidang pertanian atau disebut dengan teknologi inovasi pertanian, disini pakar-pakar pertanian tidak hentinya bekerja dalam meneliti dan menciptakan teknologi inovasi bagi pertanian. Untuk mentransfer teknologi inovasi pertanian tersebut diperlukan adanya komunikasi pertanian yakni adanya proses penyampaian inovasi dari sumbernya atau pakar-pakarnya kepada sasarannya. Jadi, komunikasi pertanian sangat penting untuk membangun pertanian sesuai dengan kemajuan teknologi.
Sektor pertanian yang handal merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Para perancang pembangunan Indonesia pada awal orde baru (orba) menyadari benar akan hal itu, sehingga pembangunan jangka panjang dirancang secara bertahap. Pada tahap pertama pembangunan di titik beratkan pada pembangunan sector pertanian dan industri penghasil sarana produksi pertanian. Pada tahapan kedua pembangunan dititik beratkan pada industri pengolahan penunjang sektor pertanian (agri industri) yang selanjutnya secara bertahap di alihkan pada pembangunan industri mesin dan logam. Kenyataan menunjukkan bahwa selama ini upaya peningkatan sector pertanian yang handal dalam menghadapi segala perubahan dan tantangan perlu pembenahan berbagai aspek, salah satunya adalah factor kualiatas sumber daya manusia. Petani sebagai salah satu sumber daya pertanian, selama ini masih mendapatkan posisi yang belum baik. Upaya peningkatan kualitas petani ini dilakukan antara lain melalui peran penyuluhan pertanian untuk menentukan keberhasilan peningkatan kualitas petani sebagai ujung tombak pertanian sehingga petani mampu berusaha tani dan memiliki kehidupan lebih baik.
1.2. Perumusan Masalah
Masalah yang terjadi di dalam dunia pertanian adalah :
• Permasalahan pokok yang dihadapi selama ini adalah rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga penyuluh. Karena itu, untuk memperkuat tenaga penyuluhan, pemerintah tahun 2006 telah mengangkat 6.000 orang penyuluh honorer, dan rencananya akan ditambah lagi 10.000 orang tahun ini. Selain itu, Deptan juga berupaya memperbaiki dan memfungsikan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), menyediakan kendaraan dinas untuk transportasi penyuluh, serta membenahi metoda dan sistem penyuluhan yang selama ini lebih banyak berorientasi pada peningkatan produksi kepada penyuluhan yang berorientasi kepada agribisnis dan peningkatan kesejahteraan petani dan keluarganya.
• Perlunya penataan kelembagaan penyuluhan pertanian pemerintah dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan, serta menyediakan sumber dana yang merupakan kontribusi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

1.3. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah :
1. Meningkatkan peran petani dalam;
2. Meningkatkan kemampuan pertanian yang berwawasan agribisnis;
3. Sebagai acuan ppl dalam membuat program penyuluhan.

Sedangkan manfaat yang ingin dicapai yaitu Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam mengelola pertanian dengan lebih baik lagi. Makalah ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pemikiran baru dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang terkait atau pihak yang membutuhkan dalam menentukan langkah kebijaksanaan untuk membina dan mengembangkan pertanian. Bagi penulis adalah untuk mengaplikasikan teori yang telah didapat dibangku perkuliahan.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Hubungan antar manusia, ataupun relasi-relasi sosial menentukan struktur dari masyarakatnya. Hubungan antar manusia atau relasi-relasi sosial ini di dasarkan kepada komunikasi. Karenanya Komunikasi merupakan dasar dari existensi suatu masyarakat. Hubungan antar manusia atau relasi-relasi sosial, hubungan satu dengan yang lain warga-warga suatu masyarakat, baik dalam bentuk individu atau perorangan maupun dengan kelompok-kelompok dan antar kelompok manusia itu sendiri, mewujudkan segi dinamikanya perubahan dan perkembangan masyarakat.
Setiap inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh, diharapkan dapat terdifusi atau menyebar dari petani ke petani, sehingga diharapkan semua petani akan mengadopsi inovasi tersebut. Namun demikian, sebagaimana dinyatakan oleh Lionberger dan Gwin (1982: 63) bahwa pengadopsian inovasi merupakan sebuah proses pada diri setiap petani dengan demikian akan berbeda-beda durasi atau kecepatan pengadopsiannya dari satu petani dengan petani lainnya. Artinya ada petani yang cepat, ada yang sedang, ada yang lambat dalam mengadopsi inovasi, bahkan ada yang sama sekali tidak mengadopsi inovasi. Beragam faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi, diantaranya adalah bentuk interaksi yang ada dalam kelompok atau masyarakat, yaitu:
1. Cooperation (Kerja sama)
Sargent dalam Santosa (1992:29) menyatakan bahwa kerjasama merupakan usaha terkoordinasi di antara anggota kelompok atau masyarakat yang diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. Lebih lanjut Santosa (1992: 29-30) menyatakan bahwa kerjasama adalah suatu bentuk interaksi sosial di mana tujuan anggota kelompok yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota kelompok yang lain atau tujuan kelompok secara keseluruhan sehingga seseorang individu hanya dapat mencapai tujuan bila individu lain juga mencapai tujuan. Bila tipe interaksi ini berkembang di antara anggota kelompok tani maka dapat diduga bahwa para petani akan saling membantu, saling mendukung, saling memberi/menerima, saling bergantung, dan saling memotivasi satu sama lain untuk maju. Inovasi yang ada dengan mudah menyebar di antara mereka, karena para petani mempunyai kepentingan yang sama yaitu ingin maju, sehingga mereka akan berupaya untuk saling berkoordinasi dan saling berkomunikasi dalam rangka lebih mengenal, memahami dan menguasai inovasi yang diperkenalkan pada mereka. Dalam setiap kelompok atau masyarakat selalu saja ada orang yang lebih dahulu memiliki informasi teknologi baru dan lebih maju (perintis, pelopor) (Arintadisastra, 1997: 118). Dengan pola interaksi kerjasama yang berkembang dalam masyarakat, mereka ini secara sadar atau tidak dapat memajukan anggota lainnya. Pada umumnya, tipe interaksi ini yang paling banyak dijumpai pada masyarakat petani di Indonesia, karena masyarakat petani Indonesia secara kultural dan historis memiliki jiwa gotong royong dan kerjasama.
2. Competition (Persaingan)
Persaingan adalah bentuk interaksi sosial di mana bila seseorang individu dapat mencapai tujuan maka individu lain akan terpengaruh dalam mencapai tujuan tersebut. Persaingan juga dimaknai sebagai proses sosial di mana individu saling berusaha dan berlomba-lomba untuk mencapai keuntungan dalam waktu yang bersamaan (Santosa, 1992: 31). Tidak dapat dihindari bahwa dalam kehidupan berkelompok atau bermasyarakat pasti akan terjadi persaingan antar individu akan sesuatu, demikian pula dalam kelompok atau masyarakat petani. Sepanjang persaingan yang terjadi bernilai positip atau sehat, maka tipe interaksi ini akan memberikan, membangun dan mendorong semangat para petani untuk berlomba-lomba dan berusaha mengenal, memahami inovasi, sehingga pada akhirnya mengadopsi inovasi yang diperkenalkan pada mereka. Artinya bila terdapat satu atau beberapa petani telah berhasil maju dikarenakan mengadopsi suatu inovasi, maka kondisi tersebut akan memicu dan mendorong petani lainnya untuk maju. Petani-petani lain tersebut akan terbangkit rasa ingin tahunya dan berupaya mencari informasi tentang inovasi yang diadopsi oleh petani yang telah berhasil tadi, untuk kemudian ia sendiri akan mempelajari dan menerapkannya agar dirinya juga dapat maju.
3. Conflict (Pertentangan)
Konflik dalam kelompok terjadi ketika terdapat ketidaksepahaman diantara anggota-anggotanya terhadap suatu pilihan yang sedang dihadapi. Konflik juga terjadi apabila terdapat ketidaksesuaian tujuan yang dimiliki antara satu anggota dengan anggota lainnya (Beebe dan Masterson, 1989: 203). Lebih lanjut Foger dan Poole dalam Beebe dan Masterson (1989: 203) mendefinisikan konflik sebagai interaksi dari orang-orang yang satu sama lain saling bergantung namun dikarenakan sesuatu hal, mereka memiliki tujuan yang tidak sejalan dan pada gilirannya mereka satu sama lainnya saling menghalangi akan pencapaian tujuan masing-masing. Bila interaksi jenis ini muncul dalam suatu rangkaian proses difusi inovasi, maka kecepatan pengadopsian inovasi tersebut akan tersendat-sendat. Sebagaimana diketahui bahwa di dalam suatu masyarakat terdapat petani-petani yang tergolong tipe laggart. Biasanya mereka ini menolak adanya inovasi dan selalu berupaya untuk tetap memakai teknologi lama, serta selalu berorientasi masa lalu. Hal ini akan menjadi masalah besar, apabila kelompok laggard ini menolak dengan cara keras atau melakukan aksi yang bersifat menentang dan menantang, sehingga terjadilah pergesekan atau konflik. Lebih diperparah, apabila yang menjadi kelompok laggard adalah orang yang dituakan, terkemuka atau orang yang memiliki pengaruh di masyarakat maka penyebaran dan pengadopsian inovasi akan semakin sulit, karena penyuluh atau anggota masyarakat yang ingin mengadopsi inovasi akan berbenturan tidak hanya dengan tokoh tersebut tetapi juga dengan sebagian besar masyarakat pengikut tokoh tersebut
4. Accomodation (Persesuaian)
Santosa (1992: 33) menyatakan bahwa akomodasi adalah usaha-usaha individu untuk meredakan suatu pertentangan, yakni usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. Akomodasi juga berarti usaha proses di mana individu atau kelompok saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Interaksi akomodasi dapat juga dikatakan sebagai bentuk penyelesaian konflik dengan tujuan untuk meredakan tekanan pihak. Menurut Tadjudin (2000: 82) akomodasi adalah suatu tindakan untuk meredakan tekanan pihak lain dengan cara menempatkan kepentingan pihak lain itu di atas kepentingannya sendiri. Tindakan ini lazimnya diambil oleh pihak yang lebih lemah dalam suatu konflik. Interaksi jenis ini dapat mempercepat maupun memperlambat proses adopsi inovasi, tergantung pada pihak mana yang menyesuaikan diri. Sebagaimana telah dipaparkan di atas, apabila pihak yang tidak setuju atau menolak inovasi (laggard) adalah orang yang dituakan, terkemuka dan memiliki pengaruh maka kemungkinan yang terjadi adalah proses difusi inovasi menjadi terhambat atau bahkan tidak berjalan, sebagai akibatnya pengadopsian inovasi bisa saja gagal. Hal ini dikarenakan akomodasi terjadi pada pihak petani atau masyarakat kebanyakan. Sedangkan, apabila pihak yang menolak inovasi (laggard) adalah masyarakat atau petani biasa, bisa saja suatu saat karena tekanan sosial atau karena sebagian besar petani disekitarnya telah mengadopsi inovasi maka ia juga pada akhirnya mengadopsi walaupun sudah sangat terlambat.

III. PEMBAHASAN
3.1. Penyuluhan
Mengingat pentingnya sektor pertanian sebagai penyangga bagi pemenuhan kebutuhan massyarakat, dan mengingat semakin terus bertambahnya kebutuhan akan pangan yang disebabkan oleh meningktanya jumlah penduduk akhir-akhir ini, maka dalam upaya menanggulangi kemiskinan penting kiranya membicarakan cara efektif dalam memberdayakan masyarakat petani. Pemberdayaan masyarakat yang perlu dilakukan dalam menyikapi kemiskinan ini adalah dengan mendorong masyarakat untuk menyadari bahwa sektor pertanian adalah sektor kebutuhan yang paling vital bagi masyarakat.
Penyuluhan sangat penting dilakukan demi bertambahnya hasil produksi pertanian. Dengan adanya penyuluhan kepada para petani di Indonesia maka diharapkan dapat menambah wawasan para petani tersebut dalam menjalankan produk-produk pertanian mereka, sehingga dapat menambah hasil yang lebih dari hasil pertanian tersebut.

3.2. Progam Kerja Penyuluhan
Dari rencana kerja dapat ditentukan tujuan dan bagaimana cara mencapai tujuan itu. Masalah-masalah yang dihadapi oleh petani adalah permasalahan-permasalahan yang harus ada dalam penyusunan program penyuluhan di antaranya masalah yang dihadapi oleh kelompok pertanian adalah: (1). Harga-harga sayur yang selalu mengalami fluktuasi sehingg mengakibatkan tidak seimbangnya pendapatan yang diperoleh oleh petani dengan penjualan yang menurun. (2). Lahan usaha tani selalu beralih fungsi Alih. Fungsi alih lahan pertanian ini mengakibatkan para petani tidak dapat menanam pada lahan tersebut lagi, dikarenakan lahan yang mereka gunakan untuk pertanian telah berubah fungsi nya. Misalnya lahan yang digunakan untuk pembuatan perumahan. (3). Menyempitnya luas lahan pertanian. seiring penyempitan penguasaan petani atas lahan pertanian menegaskan gejala ”konversi” lahan pertanian ke nonpertanian berbanding lurus dengan ”ploretarisasi” petani. Akses kelembagaan bank rendah Koordinasi dan kinerja lembaga-lembaga keuangan perbankan keuangan pedesaan masih rendah hal ini ditunjukan oleh daya serap plafon kredit usaha tani (KUT) termasuk untuk komoditi pangan masih rendah, selain itu tunggakan pembayaran masih tinggi. Subsidi tidak tepat waktu Pemberian subsidi kepada para petani tidak tepat waktu nya. Misalnya subsidi pupuk yang terlambat hingga ke tangan petani, petani membutuhkan pupuk pada saat mulai menanam hingga pada saat tanaman tersebut karena subsidi tidak tepat waktu maka perencanaan pupuk berimbang tidak berjalan lancar yang mengakibat produksi pertanian menurun.
Perumusan permasalahan tersebut dilakukan mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan dan provinsi. Permasalahan memiliki keterkaitan dengan satu sama lainnya. Pengkajian wilayah yang dilaksanakan pada suatu wilayah dengan penyuluh sebagai fasilisator dan motivator. Menyusun perencanaan program penyuluhan pertanian. Kegiatan untuk mengetahui masalah yaitu perlu dilakukan perencanakan atau mengidentifikasi potensi wilayah yang akan di garap. Dengan melibatkan penyuluh, tokoh adat serta petani itu sendiri. Perbedaan data potensial dan data aktual. Perbedaan tersebutlah yang nantinya akan menjadi permasalahan yang akan disusun dalam perencanaan program penyuluh.

3.3. Waktu pelaksanaan Program penyuluhan
Waktu pelaksanaannya adalah setiap setahun sekali dengan penjabarannya sebagai berikut: Tingkat kelurahan program pada bulan September, Tingkat kecamatan program pada bulan oktober, Tingkat kota program pada bulan November, Tingkat provinsi program pada bulan desember, Tingkat pusat program pada bulan desember

3.4. Sasaran Program Penyuluhan
Sasaran-sasaran penyuluhan adalah
- Sasarannya adalah petani dengan kepentingannya.
- Sasarannya adalah kelompok tani
- Sasarannya adalah “gapoktan”

3.5. Metode dan Media penyuluhan
Adapun metode penyuluhan adalah :
1. Penyusunan program penyuluhan dan;
2. Pelaksanaan program.

Sedangkan Media yang digunakan dalam penyuluhan adalah :
 Mengadakan pelatihan, magang, temu lapang, dan temu usaha Para penyuluh secara langsung memberikan inovasi-inovasi baru terhadap petani, pengadaan program yang dapat membuat para petani lebih baik dan lebih maju lagi.
 Mengembangkan kelompok tani dan pos penyuluhan Mengembangkan kelompok tani agar lebih maju dengan cara memberi motivasi-motivasi untuk mencapai tujuan bersama. Pos penyuluhan harus ada agar para petani mudah mendapatkan solusi dari permasalahan yang mereka hadapi. Pos penyuluhan juga dapat bermanfaat agar para petani dapat mengambil keputusan secara mandiri.
 Menyebarkan atau penyebaran penyuluhan pertanian Penyuluhan pertanian agar petani mendapatkan terobosan-terobosan baru dalam dunia pertanian.
 Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Monitoring


IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Diperlukan pemahaman, keterampilan untuk mampu memahami program penyuluhan yang telah dilakukan terhadap petani Serta bagaimana mengelola menjadi sebuah potensi yang dapat diarahkan pada pencapaian tujuan penyuluhan. Yang juga perlu diperhatikan adalah kecenderungan bentuk interaksi yang mana dalam kelompok akan muncul sangat bergantung pada tipe kepemimpinan yang ada dalam kelompok tersebut. Setiap kelompok, baik formal maupun informal, pada umumnya memiliki seorang pemimpin. Pemimpin dalam kelompok berperan sebagai pemegang kendali norma dan nilai kelompok, sekaligus ia tunduk pada norma dan nilai kelompok tersebut. Norma dan nilai dalam kelompok merupakan acuan atau landasan bagi anggota kelompok untuk beraktivitas dan berinteraksi. Selanjutnya kedudukan pemimpin sangat penting bagi kehidupan dan perkembangan kelompok. Pemimpin dengan kepemimpinannya mempengaruhi anggota kelompok untuk mencapai tujuan kelompok. Oleh karena itu, para penyuluh perlu melakukan pendekatan pada pemimpin masyarakat agar inovasi yang diperkenalkan dapat secara cepat menyebar dan diadopsi oleh masyarakat.

4.2. Saran
Demi memperlancar progam penyuluhan lagi hendaknya penyuluh melakukan komunikasi media yang bisa atau mudah diserap kepada petani. Hal ini dilakukan agar para petani mengerti dan bisa melakukan apa-apa saja yang telah di arahkan oleh penyuluh untuk produk pertanian mereka demi meningkatkan hasil produksi yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Johnson, Doyle Paul. 1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.

Kartodirdjo, Sartono dan Djoko Suryo. 1991. Sejarah Perkebunan Indonesia: Kajian
Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Penerbit Aditya Media.

Koentjaraningrat. 1990. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Mubyarto dkk. 1992. Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan: Kajian Sosial Ekonomi.
Yogyakarta: Penerbit Aditya Media.

Padmo, Soegijanto dan Edhie Djatmiko. 1991. Tembakau: Kajian Sosial Ekonomi.
Yogyakarta: Penerbit Aditya Media.

Scott, James C. 1993. Perlawanan Kaum Tani. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Subangun, Emmanuel dan Djatmiko Tanuwidjojo. 1993. Industri Hasil Tembakau:
Tantangan dan Peluang. Jakarta: Satuan Tugas Industri Rokok.

Suhartono. 1991. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830-
1920. Yogyakarta, Tiara Wacana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar